Selasa, 14 Desember 2010

OLAH RAGA

Oleh : Manik Priandani

Berbicara perihal olah raga, akan menyisakan kesan tersendiri dalam kehidupan keseharianku hingga saat ini. Bila diingat-ingat, sejak aku mulai dapat mengingat, olah raga yang aku kenal adalah senam pagi saat duduk di bangku Taman Kanak-Kanak Pusporini, Puspowarno, Semarang Barat. Guru TK-ku cantik sekali (hingga sekarang), dan beliau adalah teman dekat Ibu, bahkan masih ada hubungan saudara, walau persaudaraan kami dikenal dengan istilah “kadang katut” (Jw. Hubungan saudara karena status pernikahan) . Namun masuk ke TK ini jelas tidak karena kolusi. Di awal tahun 70’an saat itu kolusi dan nepotisme belum popular.

Olah raga yang aku lakukan adalah senam padi di hari Jum'at. Sehingga kami sellau memakai pakaian olah raga setiap hari Jum’at. Instrukturnya ya Bu Guru kami yang cantik itu. Kami mengikuti gerakan Ibu Guru yang diiringi oleh Lagu ( berbahasa Jawa) yang dinyanyikan bersama, tanpa memakai radio, tape, atau kaset…apalagi CD!. Seingatku lagunya adalah sebagai berikut :

Solo…tigo…Semarang…nglewati…Ungaa…ran…
Sopo sing arep melu kudu biso tiru-tiru….
Mengkene solahe…
Mengkono solahe….
Solo…tigo…Semarang…nglewati…Ungaa…ran…

(Artinya :
Salatiga ….Semarang….melewati Ungaran
Siapa yang mau ikut harus mencontoh (gerakan)
Begini gayanya…
Begitu geraknya…
Salatiga ….Semarang….melewati Ungaran)

Rasanya selama TK, pelajaran senam ini yang paling aku sukai. Lagunya bagus, gurunya lincah, dan beliau cantik sekali. Sayang, Bu Guruku selalu menganggapku anak yang suka ngobrol sendiri dan "ndlenger" (Jw. tidak menyimak)!

Nilai olahragaku selalu pas-pas-an. Aku cenderung lamban dalam bergerak, walau badanku cukup bongsor dibandingkan teman-teman seusiaku. Namun aku cuek saja. Pokoknya aku merasa sehat dan mampu jalan kaki dari rumah ke sekolah yang berjarak 3 km pulang pergi.

Karena sekolahku cukup jauh, akhirnya saat aku naik kelas 4 SD, orang tua mempunyai kebijaksanaan untuk memindahkanku ke sekolah dekat rumah. Nah, di sekolah “baru” ini nilai merah pernah bertahta di raport untuk pendidikan ORKES. Maklum, teman-teman saya di sekolah baru ini jagoan berolahraga, terutama olahraga kasti. Mereka jago-jago lari dan badan teman-temanku ini amat liat. Rasanya pelajaran Olahraga di sekolah baruku ini setiap minggunya adalah kasti. Walau aku tidak antipati degan kasti, aku tidak suka olahraga ini. Bagiku sangat “sadis”, “menimpuk” dengan bola sehingga dapat memerahkan atau membirukan kulit, “Njarem”, kata orang Jawa. Selain berstatus anak baru dan terlihat acuh tak acuh dalam berolahraga kasti, cukuplah nilai 5,5 untuk mata pelajaran Olahraga. Seumur hidup baru kali ini mendapat nilai merah!.

Olahraga bukan kegiatan yang menarik bagiku dari kecil. Di usia-usia itu aku lebih suka membaca buku karena memang Nenekku mempunyai koleksi buku dan bacaan banyak sekali. Saking banyaknya, beliau membuka perpustakaan umum bagi masyarakat umum. Karena banyak yang tidak tertarik untuk meminjam, oleh nenekku dipancing dengan cara disewakan, dan koleksi bukunya ditambah dengan komik-komik bergambar. Akhirnya, kegiatanku dari saat dapat membaca adalah main atau nginap di rumah nenek untuk membaca buku baru atau mengulangnya untuk bacaan yang aku suka. Bacaanku dari Layar Terkembang karangan Sutan Takdir Alisyhbana hingga komik Jaka Tuak karangan Yan Mintaraga. Akhirnya aku hanya ber-“olahraga” dan berkhayal sebagai pemain silat seperti yang tergambar di komik.

Kegiatan olahraga yang sungguh-sungguh baru aku kenal setelah duduk di bangku SMP. Ada tawaran untuk mengikuti ekstrakulikuler. Dari semua yang ditawarkan, aku lebih tertarik memilih olahraga beladiri, karena aku penasaran melihat kegigihan kakakku mengikuti beladiri Taekwondo. Di SMP-ku hanya ada karate. Iseng-iseng aku mendaftarkan diri. Kalau nanti tidak suka, aku akan keluar. Tidak terasa aku tetap “setia” mengikuti olahraga ini sampai lulus kuliah. Dari seangkatanku tinggal aku dan seorang teman laki-laki yang masih bertahan sampai mendapat kesempatan mengikuti kejuaraan tingkat daerah maupun Nasional. Sempat sebentar mencicipi peran sebagai atlet.

Namun ada yang aku sesali hingga saat ini, rasanya waktu mudaku habis hanya untuk olahraga ini, sehingga aku sama sekali tidak mengenal dan tidak bisa olahraga lain, misalnya : volley, basket, dsb-nya. Paling-paling bisanya lari. Oh iya, menjadi seperti Etsuko Shihomi adalah obsesiku kala itu. Aku ingin bisa meniru gaya menendang gentong-nya yang spektakuler itu.

Di sebelah rumahku juga ada lapangan volley yang sering digunakan oleh tetangga-tetanggaku bermain setiap sore. Ada tetanggaku yang masuk Tim Nas dalam olahraga ini, dan sering berlatih di lapangan sebelah. Adik perempuanku yang berbadan tinggi pernah “dilamar” untuk memperkuat tim volley kampung kami, namun adikku juga hampir sepemalas aku….dia menolak….lebih memilih tidur...zzzz.

Kalau soal sepakbola, adik laki-lakiku sudah maniak sejak kecil. Bahkan sempat latihan di club ternama di kota kami saat dia di bangku SD. Namun karena sesuatu sebab, akhirnya dia malah berbelok arah mengikuti olahraga beladiri yang aku ikuti.

Olahraga memang penting untuk tubuh. Selain untuk menjaga kondisi tubuh, juga melatih untuk bersikap sportif dan jujur. Bapakku adalah atlet badminton sekelas kabupaten di usia mudanya. Menurutku beliau sangat jujur dan pastinya juga sportif. Namun aku tidak tahu juga, apakah kejujuran dan kesportifannya disebabkan oleh kegemaran ber-badminton ria atau karena hal lain ( karena nilai-nilai yang dipegangnya, misalnya ).

Menurutku, setelah sekian puluh tahun, olahraga beladiri tidak “applicable”, terutama untuk perempuan. Berbeda halnya dengan tennis lapangan, badminton, bola basket, volley, bridge, dsb-nya. Pada usia lanjutpun olahraga ini dapat dipraktekkan atau setidak-tidaknya bila ada pertandingan olahraga di kampung atau di Perusahaan. Hal ini terlihat dengan sering terlibatnya suami di beberapa cabang olahraga. Kalau dia memang maniak olahraga sejak muda. Terutama olahraga Bola Basket dan Bola Volley.

Saat ini berlangsung Pekan Olah Raga Provinsi Kaltim IV di Bontang. Yuniorku turut serta memeriahkan pertandingan Bridge Campuran yang diselenggarakan di Cafe Rega, PT LNG Badak, Bontang, mewakili kota Bontang. Walau masih ikut pertama kali dan melakukan persiapan singkat, bertandinglah dengan penuh semangat, tenang, konsentrasi, rileks, dan sportif, anakku!. Mumpung masih muda, mumpung ada kesempatan, mumpung banyak fasilitas yang mendukung.

Aku yakin, dengan olahraga kita menjadi sehat, berprestasi, berwawasan, dan memiliki teman banyak. Hidup olahraga. Mensana incorporesano.

Manik Priandani, Bontang (sedang berlangsung PORPROV IV 2010 di Bontang), 11 - 19 Desember 2010.