Rabu, 08 Juni 2011

TEMAN DAN SAHABAT

Manik Priandani
Bontang


Berteman adalah kebutuhan yang selalu kita perlukan. Aku tidak dapat membayangkan kalau tidak mempunyai teman. Pasti hidup rasanya sepi. Dan aku pikir semua manusia memerlukan itu, karena Homo homini lopus, homo homini sosius.

Kalau aku baca memang manusia terbagi menjadi beberapa karakter, namun pada dasarnya karena manusia adalah makhluk sosial, seberapapun pendiamnya, seseorang yang mempunyai keseimbangan jiwa dalam tataran normal akan memerlukan teman atau sahabat dalam kehidupan sehari-harinya.

Pasti kita memiliki teman di masa kecil dulu. Teman bermain jualan (jw. pasaran) ataupun teman mencari bunga-bunga kecil merah, teman mencari bungkus permen, teman bermain gundu, mencari jengkerik, bahkan teman untuk berdebat dan berkelahi.

Dari kecil dan mulai dapat mengingat, pasti kita sudah merasa punya teman. Aku ingat, di saat aku belum bersekolah di taman kanak-kanak (mungkin saat itu sudah cukup umur untuk masuk play group, 2 – 3 tahun?), aku punya teman ledek-ledekan ala Semarangan. Aku ingat, setelah aku mandi sore dan berganti baju dan dibenaki coreng moreng (sampai sekarang aku heran mengapa Ibuku suka membedakiku dengan bedak yang nggak rata ya, asal usap saja?), aku akan digendong Ibuku dan didudukkan di kursi yang berada di teras rumah. Teman sebayaku juga berada di posisi yang mirip, namun dia berada di depan rumahnya sendiri. Dan rumah kami memang berhadap-hadapan. Selagi Ibu kami masing-masing mengambilkan makanan untuk kami, kami akan saling ejek dengan saling memonyongkan mulut atau berjoged-joged segenit-genitnya. Walhasil, karena lantai teras rumahku agak bergelombang, akhirnya aku terjunggal jatuh ke lantai, dan seingatku menjadi kecelakaan kecil pertamaku. Kepalaku sempat sobek dan berdarah, yang akhirnya meninggalkan bekas "petak" kecil di kepala (entah waktu itu tergores apa). Hingga aku berumur 5 tahun, si dia menjadi saingan dan sekaligus teman akrabku, karena Ibunya juga teman akrab ibuku.

Setelah masuk TK dan pindah ke kampung yang sedikit lebih jauh dari kampung kami semula, akupun memulai punya komunitas yang lebih beragam. Setidak-tidaknya berbeda jenis. Waktu itu bangku TK kami adalah bangku panjang yang terbuat dari kayu, dan diperkuat oleh paku-paku, yang kadang mudah copot sehingga bangkuku bisa bergoyang ke kiri dan ke kanan. Serunya tidak hanya satu atau dua anak saja yang duduk, kami berlima atau bahkan bertujuh yang duduk dalam satu bangku panjang tersebut dapat bergerak berbareng ke kanan dan ke kiri. Bahkan temanku yang paling usil (dan mulai ada bibit jahil), suka menyisakan tempat kepada kami yang datang terlambat tepat di tempat yang merupakan sambungan bangku yang dapat menjepit (maaf) pantat kami. Wah, kalau kebagian tempat duduk itu, rasanya kayak dicubit dan sakit sekali saat teman-teman kompak menggerakkan bangku ke kiri dan ke kanan. Namun aku paling suka dengan temanku yang baik hati yang selalu mengingatkan temanku yang suka usil itu…dan dia adalah teman pria baik hati pertama yang aku kenal di usiaku 5 tahun! Saat itu kuanggap dia sebagai pria yang paling keren di dunia! Aku ingin menjadi sahabatnya!

Masa SD lebih seru lagi, karena tiga kali aku berpindah sekolah aku punya teman dan sahabat-sahabat yang seru. Seingatku aku sudah mulai suka membaca sejak aku mulai bisa membaca. Dan sekarang aku merasa telah memanfaatkan temanku yang sudah mempunyai banyak koleksi komik dan buku-buku saat itu. Aku bisa berangkat pagi-pagi ke sekolah (padahal seharusnya masukku sekitar jam 10-an), hanya untuk mampir ke rumah temanku tersebut untuk nongkrong dan membaca buku-buku yang dimilikinya (sementara temanku belum mandi dan sibuk mengurusiku). Oh...betapa baik hatinya dia. Sebenarnya nenekku juga memiliki banyak buku cerita (dan membuat Perpustakaan di rumah), dan Ibuku juga sudah berlangganan majalah anak-anak Kuncung dan Bobo sejak Bobo terbit pertama kali di tahun 1972 (1973?), namun tidak seru lagi kalau tidak meminjam, karena buku-buku di rumah nenek maupun majalah sudah habis terbaca semua!.

Demikian juga saat SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Mereka mewarnai kehidupanku. Teman adalah bagian dari hidup ini. Sehingga kita harus selalu menjaga hubungan pertemanan. Suatu hal yang sangat mengharukan saat beberapa waktu yang lalu, seorang teman SD yang hanya satu tahun saja sekelas dan selanjutnya aku harus pindah ke SD yang cukup jauh di Kecamatan yang berbeda (walau satu kota) masih mengingat dan mengenaliku setelah sekian puluh tahun tidak bertemu. Dia ingat akan kebiasaan-kebiasaanku hingga aku dapat mengingat kembali saat-saat sekelas dulu. Dan aku juga ingat dengan dia, walau kami tidak pernah berkomunikasi lagi setelah dia bersama serombongan temanku (rata-rata usia 10 tahunan) untuk terakhir kalinya bersepeda bertandang ke rumahku untuk menyampaikan salam perpisahan….uhuk..uhuk…...aku jadi terharu.

Teman dan sahabat adalah harta benda karunia Allah yang tak ternilai.

(Untuk teman-temanku Dik Iin, Alfiah, Agung, Mutmainah, Aries, Dik Lies, Dik Retno, Endah, Sigid, Pudji, Budi, Prapti, Yatin, Joko, Anjar, Nuriman, Uut, Mimik, Anang, Kirno, dan teman-teman dan sahabatku saat TK (masih ada nggak ya?), SD, SMP, SMA, dan PT).

Bontang, Manik Priandani, 08 Juni 2011