Selasa, 01 November 2011

PIKNIK

Oleh : Manik Priandani
Bontang


Piknik adalah salah satu kegiatan jalan-jalan dan menikmati liburan. Tidak harus berbiaya mahal, bagiku yang penting dapat melihat-lihat suasana baru atau melakukan petualangan kecil. Piknik seakan sudah menjadi kewajiban di saat liburan, baik itu liburan sekolah, liburan hari Raya ataupun liburan hari Minggu.

Aku tak tahu, berawal dari mana kesenangan piknik ini berasal. Asal kata piknik dan realisasi yang kami lakukan sangat berbeda dengan asal mula kata picnic itu sendiri. Piknik berasal dari kata bahasa Inggris yang mempunyai arti dan nilai yang sungguh kejam dan kasar yaitu dari frasa "pick a nigger" yang amat sangat rasialis. Menggambarkan habit bersenang-senang manusia kulit putih dengan menyiksa budak belian mereka. Tetapi kemudian makin lama maknanya akan melebur sehingga melembutkannya dan menjadi istilah yang bisa diserap dengan santai (aku adop dari tulisan Helman Taofani’s dalam blog-nya End of Sanity) sebagai kegiatan melepas lelah , bergembira dan berlibur. Piknik juga aku pakai karena istilah ini familiar baik pada saat ini dan jaman Mbah-Mbah kita dulu..

Kapan kami (baca : saya) mulai suka piknik? Mungkin sejak bayi atau bawaan sejak bayi, turunan kata sebagian orang, atau terkondisi bersaudara banyak, maka jalan bersama-sama menjadi kesenangan atau hiburan tersendiri untuk mencari suasana lain dari kehiruk pikukan di rumah (sehingga aku tidak dapat membayangkan bagaimana rasanya menjadi anak tunggal seperti anakku saat ini) ke suasana / lingkungan yang lebih terbuka. Kesenangan piknik juga didorong oleh Tante dan Oom-ku yang selalu menjemput dan mengajak kami jalan dan melihat tempat-tempat wisata di saat kami liburan sekolah.

Kesenangan ”jalan” menjadikan kami (Aku, Kakak, dan Adik-adikku) lebih kuat dalam menghadapi kondisi apapun. Dalam kondisi suka maupun duka. Hal ini terasa pada saat Aku dan Kakakku ”hilang” alias salah arah, saat ingin pulang ke rumah. Waktu itu kami masih duduk di kelas 2 dan 4 SD dan sehabis menonton pameran di suatu tempat bersama guru dan teman-teman sekolahku; kami punya ide untuk pulang sendiri (aku bertemu Kakakku di pameran tersebut), dan akan mampir ke rumah Nenek untuk membaca komik koleksi Nenekku, baru kemudian pulang ke rumah. Kami perkirakan menyusuri rel akan lebih cepat sampai ke rumah Nenek. Seharusnya rumah Nenekku ke arah Barat, sedangkan kami berjalan menjauh ke arah Timur. Kebingungan ini disebabkan letak rel melintang di belakang tempat pameran. Kami nikmati ”jalan-jalan” kami ini hingga sore hari. Aku sempat bingung kok nggak sampai-sampai. Akhirnya kami-pun tahu bahwa kami ”kesasar”.

Selama di perjalanan itu, kami sempat ngumpet di selokan sewaktu kami ketahuan akan mengambil kelapa (karena kehausan) yang diikat di kereta barang, yang akhirnya tidak kami dapat karena keburu ketahuan...dan alhamdulillahnya kami terhindar dari tindakan mencuri. Hingga akhirnya kaki kami sampai di belakang Gedung yang sangat kami kenal(karena sering mengantar Ibu ke Pasar nJohar)...yaitu Gereja Blenduk. Akhirnya, dari titik itulah kami balik kembali ke arah rumah kami yang letaknya di Semarang Barat (arah Bandara Ahmad Yani). Kami menikmati tragedi "kesasar" dan salah arah ini dengan santai (dan Kakakku sudah bilang ke aku, bahwa kondisi kita baik-baik saja dan nanti pasti sampai ke rumah juga), walau terpikir juga olehku, pasti Ibu kebingungan karena kami belum juga sampai rumah hingga Maghrib , padahal kami berpamitan untuk ke sekolah dan melihat pameran bersama Bapak dan Ibu Guru.

Dan benar saja, Ibu sudah melapor ke RRI Semarang, dan pihak RRI berencana mengumumkan berita kehilangan anak pada jam 19.00 WIB nanti. Kami malah menikmati ”piknik” kami dengan masuk ke galery lukis yang ada di dekat Hotel Dibyapuri dan juga galery-galery seni di sepanjang jalan Pemuda (dan Kakakku girang sekali), karena dari kecil, Mas-ku ini suka sekali menggambar, melukis dan melihat lukisan. Walau kemudian dia tidak berprofesi menjadi Pelukis, namun nyerempet-nyerempet dengan hobby-nya itu...menjadi Arsitek. Aku ingat saat harus duduk bengong kelelahan di bangku yang terbuat dari potongan kayu di sebelah pintu masuk galery, sambil melihat Kakakku yang menikmati lukisan-lukisan yang ditempel di dinding. Sementara penjaga pameran / galery dengan ramah meladeni Kakakku, karena melihat anak kecil yang antusias dengan lukisan.

Piknik yang kami sukai adalah berjalan-jalan ke arah Gunung atau Bukit. Mungkin ini menariknya punya Kakak Laki-laki. Hari libur pasti ada saja kegiatan yang direncanakan oleh Kakakku. Dia suka memancing atau mencari ikan di kolam, sungai, atau semua tempat yang berair, namun karena aku anak perempuan; maka bagi Mas-ku, petualangan ini tidak cocok untukku; adiknya yang perempuan. Akhirnya aku diajak ke bukit-bukit dekat rumah, walau bukit tersebut sebagian besar adalah lokasi pemakaman, namun kami bisa main ke sana, membawa minum dan makanan, sembari mencari jangkrik yang ngumpet di bawah cungkup makam. Ahaiii.....

Piknik ke bukit di sekitar rumah memang menjadi kegiatan yang menyenangkan. Apalagi setelah kami pindah ke ”luar kota”, karena di sanalah rumah sah kami berada. Maksud rumah sah di sini adalah rumah yang benar-benar Bapak beli dan menjadi hak milik, bukan hanya meng-kontrak dan kemudian berpindah-pindah lagi. Kebetulan lokasi rumah kami di kelilingi oleh bukit-bukit kecil yang terlihat sangat indah dari rumah. Rumah kami berada di tengah-tengah padang ilalang (jadi ingat film ”Little House in The Prairie”-nya Laura Ingalls) dan dengan jumlah tetangga yang bisa dihitung dengan jari. Dengan pindah rumah ini kami sangat senang...selain punya rumah sendiri, ada obyek untuk kami ”piknik”-i.

Pagi-pagi kami sudah menyiapkan rebusan ketela, singkong, pisang, dan telur. Juga menyiapkan air putih dan air teh di ”gembos” (tempat minum anak sekolah). Setelah sholat Subuh, kami berlima (adikku yang nomor enam masih belum lahir, masih di perut Ibu yang saat itu sedang hamil besar) berjalan menuju ke bukit. Bukit ini biasa disebut Gunung ’nDobling”. Di bawah bukit ini terdapat ranch kuda milik Pak Presiden Soeharto. Konon Tommy Soeharto kadang mampir ke ranch ini. Kuda-kuda dan kandangnya terlihat kecil dari rumahku. Kami berjalan dengan semangat pantang menyerah. Alhamdulillahnya, kami punya saudara yang sangat baik dan setia kepada Nenekku maupun kedua ortu-ku, sehingga dia-lah yang mengantar kami bila kami jalan-jalan, dan juga pada saat naik ke Gunung nDobling ini. Saat itu aku kelas 5 atau 6 SD, sementara adik-adikku masih TK dan SD.

Kami mendaki terus dan melewati ilalang yang cukup tinggi. Semakin tinggi kami naik, semakin semilir angin berhembus. Rasanya senang sekali, melihat rumah kami terlihat semakin kecil. Kami berteriak-teriak memanggil Ibu yang sedang menyapu di teras. Bagaimana mungkin Ibu kami mendengar. Tetapi Ibu tahu kalau kami sudah naik ke Bukit, dan Ibu-pun melambai-lambaikan tangannya. Senang sekali rasanya. Setengah jam akhirnya kami sampai di Puncak (karena adikku masih kecil-kecil sehingga langkahnya tidak terlalu cepat). Di atas terdapat patung angsa, yang sebelumnya kami tidak tahu bahwa ada patung Angsa di atas bukit. Ranch kuda terlihat melingkari bukit.

Kuda-kuda pacu berlarian dan merumput dan terlihat pegawai penjaga kuda. Ranch tersebut dikelilingi oleh pagar kayu. Kami melepas lelah sambil duduk di cekungan batu di atas, dan menikmati bekal kami ; ketela, singkong, telur dan pisang rebus; dan meminum air yang kami bawa. Andai kami punya tustel atau kamera digital, pasti sudah kami abadikan moment ini. Setelah puas menikmati pemandangan kota Semarang dari atas bukit nDobling, turunlah kami kembali ke rumah. Adikku sempat nyungsep di pinggir pagar ranch, karena terlalu kencang berjalan. Untuk tidak apa-apa.

Petualangan selanjutnya adalah menaiki Bukit yang terletak di dekat Pasar nJrakah, Tugu, Semarang. Aku benar-benar penasaran untuk naik ke sana. Kuajak dua adikku yang perempuan, karena Kakakku sedang sibuk dengan kegiatannya sendiri. Dengan cara mencari tahu jalan ke sana ke teman yang rumahnya di sekitaran itu, akhirnya beberapa minggu setelah menaiki Gunung nDobling, kami naik ke Bukit tersebut. Dengan berbekal makanan yang hampir mirip. Rasanya puas sekali bisa naik dan duduk di atas bukit.

Dolan dan piknik selalu ingin aku lakukan. Bila ada waktu luang dan ada keinginan jalan, pasti aku ajak dua adikku perempuanku, walau aku sudah mahasiswa sekalipun. Aku ingat, aku ajak kedua adikku untuk menikmati perjalanan naik bus kota dari ”pojok” ke ”pojok”. Dengan biaya relatif murah (memanfaatkan karcis bus kota untuk pelajar), kami menikmati perjalanan kami dari rumah hingga ke Mangkang (PP). Di Mangkang ini kami sekalian bersilaturahmi ke rumah teman. Dan di teman ini kami disuguhin minuman dan dipersilahkan untuk mengunduh buah kedondong. Selain menjalin silaturahmi,disuguhin, dan balik dapat membawa oleh-oleh kedondong! Piknik (dengan biaya murah meriah) selalu aku usahakan untuk dapat aku lakukan; bahkan saat KKL, Kerja Praktek, KKN, dsb-nya.

Ayo kita ber-piknik. Lihat daerah baru, lihat suasana baru, lihat kehidupan yang berbeda, bersilaturahmi, menambah wawasan, menambah teman, menyegarkan pikiran, dan sekaligus membaca alam, bumi, dan manusia!

Bontang, MP, 01 November 2011

Tidak ada komentar: