Senin, 07 Januari 2008

BAN KEMPES

Apakah badan manusia itu memiliki kekuatan tertentu sehingga dapat mengempeskan ban kendaraan walau bobotnya ”tidak terlalu berat”, hanya sekitar 60-an kilogram? Apakah aura seseorang memberikan energi tertentu kepada benda di sekitarnya? Wah itu perlu diteliti. Itu terjadi pada diriku terutama pengaruhku terhadap ban kendaraan....! Bukan takhayul atau berbuat syirik lho... namun beberapa kali hal ini aku alami.
Pertama kali aku merasakan ketidakenakanku saat Daihatsu (sebutan angkot di kota Semarang; walau kendaraan tersebut bisa bermerek Suzuki ataupun yang lain!) di hari berikutnya mengalami gembos ban lagi. Padahal Daihatsu tersebut bukan Daihatsu yang aku naiki kemarin (waktu itu aku masih kelas 1 SMP dan naik angkot untuk pulang pergi dari rumah ke sekolah dan waktu itu beratku masih sekitar 40-an kilogram). Lho kok dua kali aku naik angkot, dua kali berturut-turut bannya gembos. Pada ke”gembos”an pertama aku dipindahkan ke angkot yang lain, lalu pada ke”gembos”an berikutnya dengan hati agak was-was dan merasa bersalah : ”Apa karena aku naiki!”, maka aku tetap menunggu sopir dan kenek angkot selesai mengganti ban angkotnya, walau harus menunggui cukup lama di pinggir jalan pada panas yang terik. Namun saat itu aku juga berpikir mungkin usia ataupun kondisi angkot yang memang sudah tidak bagus. Hampir semua angkot jarang ditune-up dan bannya sudah gundul atau mungkin juga memakai ban bekas. Namun dua minggu kemudian sewaktu pulang dari sekolah, di belakang pasar Bulu, semua penumpang (termasuk aku) dipersilahkan untuk turun karena ban-nya tiba-tiba kempes!
Aku pernah mengantar Ibu ke pasar dan sewaktu pulang dari pasar induk Johar di tengah jalan kami diturunkan (dari angkot lagi) karena ada program penggantian ban, apalagi kalau bukan karena ban gembos!. Akhirnya Ibu aku bisiki sambil aku tertawa geli : ” Mungkin karena aku naiki Bu!”, kataku. Ibuku saat itu tidak percaya. Tapi pada kesempatan lain, hal tersebut terulang kembali, dan Ibu akhirnya senyum-senyum dan membisikiku : ” Betul juga ya!”. Dan setiap mau naik kendaraan Ibu selalu membisikiku : ” Jangan lupa baca Bismillah!”.
Setelah itu soal terjadinya ban kempes aku nikmati saja. Tapi sampai saat ini masih sering aku lupa kalau aku sering naik kendaraan yang mengalami masalah ban gembos. Dan aku dengan sabar menunggu kegiatan penggantian ban yang kempes dengan ban cadangan tanpa mengeluh. Anehnya ada rasa bersalah menghinggapi diriku bila hal itu terjadi. Padahal aku tidak melakukan hal apapun, selain membaca do’a sebelum bepergian (naik kendaraan).
Namun dari semua kejadian ban gembos, yang paling membutuhkan kesabaranku adalah pada saat aku naik Travel dari Semarang ke Surabaya bersama Ibu lewat jalur utara (pantai utara Jawa). Pada awalnya perjalanan lancar-lancar saja. Namun setelah masuk ke Kabupaten Tuban jalan kendaraan kami terseok-seok. Akhirnya si sopir menghentikan kendaraan ke pinggir jalan konon ban-nya bocor. Eh setelah dilihat, kiranya ban serepnya juga gembos. Sopir Travel jadi panik, karena kejadian ini persis jauh dari rumah penduduk. Saat itu kami berhenti persis di pinggir kuburan dan sekitarnya adalah sawah saja, tanpa terlihat sesosokpun orang. Maklum saat itu sudah menjelang sore, orang-orang sudah balik ke rumahnya. Sopir tersebut menyuruh kami menunggu karena dia akan mencari tempat tambal ban atau mencari wartel untuk menghubungi cabangnya ke arah kota Lasem. Wah bagaimana ini. Menunggu di pinggir kuburan dan tercium bau seperti bau terasi....hiiii....serraamm.. (kiranya setelah saya melewati kembali lokasi tersebut pada saat kembali dari Surabaya ke Semarang, kiranya daerah itu memang dikenal sebagai daerah produsen terasi!).
Akhirnya kami sampai di Surabaya pada jam 03.00 pagi pada hari berikutnya (berangkat jam 09.00 pagi dari Semarang) setelah naik angkutan pedesaan menuju ke kota Tuban ( untung ada kantor perwakilan Travel ybs di kota itu) dan naik Travel pengganti ke Surabaya! Hampir sehari semalam Semarang-Surabaya harus kami tempuh karena ban bocor!
Sampai sekarang aku masih sering deg-degan bila naik kendaraan umum atau diboncengkan teman naik sepeda motor. Siapa tahu tiba-tiba ban-nya kempes.
Tapi anehnya kalau naik kendaraan sendiri rasanya tidak pernah mengalami ban kempes. Pernah suatu ketika tiba-tiba terdengar suara “hewess...hewess..!”, kiranya ban mobilku menginjak eh tertusuk paku!.



Bontang, Dhanny (Manik Priandani), Maret 2006.

2 komentar:

Nukman Luthfie mengatakan...

Naik angkot, ban angkot gembos melulu. kalau naik mobil sendiri nggak gembos. Jangan2, kamu memang nggak boleh naik angkot Nik. Bolehnya naik mobil sendiri atau punya armada angkot sendiri. Nek diterusno, artinya Manik itu dirancang untuk kaya :P

Manik Priandani mengatakan...

Terima kasih friends atas komentarnya. Memang sangat sederhana dan pengen banget buat blog yang bagus kayak punya Nukman dan punya Broto. Slowly but sure sajalah (asal nggak ketiduran sampai nggak sadar-sadar). Soal dirancang untuk kaya, sejak bayi sudah merasa kaya. Kaya hati, kaya teman (salah satunya adalah anda-anda sekalian), kaya mimpi, dan yang penting masuk sorga (amien ya robbal alamien).